Terapi insomnia dapat mengurangi risiko depresi pascapersalinan. Gambar ilustrasi (Dok. Ist) |
Jakarta, MadiunTerkini.id - Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa terapi perilaku yang dirancang untuk mengatasi insomnia bisa menjadi solusi efektif untuk menurunkan risiko depresi pascapersalinan.
Kondisi ini sering dialami oleh sekitar 10 persen perempuan setelah melahirkan dan memiliki dampak signifikan pada kesehatan mental mereka.
Menurut Medical Daily, depresi pascapersalinan umumnya ditandai dengan suasana hati yang sangat labil, kelelahan berkepanjangan, kesulitan tidur, dan kurangnya kemampuan merawat diri atau bayi.
Selain itu, penderita juga mungkin mengalami kecenderungan untuk menarik diri dari kontak sosial, serta kesulitan dalam berkonsentrasi dan membuat keputusan.
Dalam situasi ini, perempuan biasanya dianjurkan untuk cukup tidur, beristirahat, dan berolahraga, serta mendapatkan layanan terapi untuk meredakan gejala tersebut.
Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Affective Disorders menyoroti bahwa Cognitive Behavioral Therapy for Insomnia (CBT-I) atau terapi perilaku kognitif untuk insomnia, dapat menjadi langkah pencegahan yang efektif untuk mencegah depresi pascapersalinan.
CBT-I bekerja dengan membantu pasien memahami dan mengubah pikiran atau kebiasaan yang dapat memperburuk insomnia, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas tidur.
"Penelitian kami mengeksplorasi bagaimana mengatasi masalah tidur seperti insomnia dapat mendatangkan kesehatan mental yang lebih baik bagi keluarga, membantu orang tua dan anak-anak mereka berkembang," jelas Dr.
Elizabeth Keys, salah satu peneliti utama dalam studi tersebut.
Menurutnya, CBT-I memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan mental bagi para ibu dan bayi.
Dr. Keys menegaskan bahwa CBT-I adalah "standar emas" dalam pengobatan insomnia dan telah terbukti secara konsisten membantu mengurangi gejala depresi.
Ia menjelaskan bahwa efektivitas terapi ini serupa dengan obat antidepresan pada orang dewasa, namun dengan efek samping yang lebih minimal.
"Karena alasan inilah, CBT-I sering lebih disukai oleh ibu hamil," ujarnya.
CBT-I dalam penelitian ini dirancang khusus untuk ibu hamil, dengan pendekatan yang disesuaikan untuk membantu mereka mengidentifikasi pikiran dan kebiasaan yang memicu insomnia.
Pola-pola yang mengganggu tidur kemudian dikoreksi dan dibingkai ulang agar pasien bisa mendapatkan tidur yang lebih berkualitas.
Studi ini melibatkan 62 perempuan yang sedang hamil dan mengalami insomnia. Mereka menjalani CBT-I selama lima minggu, dengan gejala insomnia dan depresi yang dipantau sebelum dan sesudah intervensi serta enam bulan pascapersalinan.
Hasilnya sangat positif; para peserta mengalami perbaikan signifikan dalam kualitas tidur dan penurunan gejala depresi enam bulan setelah melahirkan.
"Ini hasil yang sangat menggembirakan bagi siapa pun yang telah berjuang pada minggu-minggu dan bulan-bulan awal dengan bayi mereka yang baru lahir," ujar Dr. Keys.
Menurutnya, penelitian ini menambah bukti bahwa terapi insomnia selama kehamilan dapat mendatangkan manfaat berkelanjutan.
Melihat potensi manfaatnya, Dr. Keys menekankan pentingnya memperluas akses bagi ibu hamil agar bisa mendapatkan perawatan dini untuk insomnia.
Langkah ini, menurutnya, dapat menjadi bentuk dukungan penting bagi para ibu untuk menjalani masa kehamilan dan pascapersalinan dengan kondisi mental yang lebih stabil.